Dari Asongan ke Gedongan
(inspiring true story)
Subuh yang menggigil masih menyisakan embun semalam nampak masih bergelayutan di sela-sela gerobak pasar, di celah-celah daun singkong dan sayur mayur yang ditebarkan di pinggir hingga sebahu jalan, bau khas sampah yang menyengat seakan khas aroma pasar pelita sukabumi, mungkin juga semua pasar di kota-kota lainnya, lelaki muda itu jalan berjingkit – jingkit kadang sedikit melompat menghindari jebakan kubangan comberan pada jalan aspal berlobang. Aspal berlobang kian bertebaran akh, ..... siapa sih yang senang menanam lele jumbo di sini, ehm, kayaknya ada yang kerjasama nih sama perikanan, pikirnya nyeleneh. Kedua telapak tangannya kembali ditempelkan di kedua belah pipinya melawan dinginnya udara subuh.
Di ketika subuh dingin yang berulangkali, lelaki muda itu kembali berusaha menjajakan dagangannya, sambil sesekali mengatupkan bibir dan giginya karena dingin yang demikian menggigit. Kotak dagangan rokok yang selalu dibawa dia tutupi dengan sehelai plastik karena khawatir kelembaban udara subuh akan merusak barang dagangannya, sesekali dia menyapa dan disapa pedagang sayur di sekitarnya.
“dingin sekali ya pa?” sapanya
:”ya, tapi jangan dipikirin, nikmati saja, biasakan saja, lama-lama juga nanti hangat, matahari bentar lagi juga muncul, kalau ga begini mana dapat duit”. Lelaki muda itu mengangguk setuju. “coba roko jarumnya sebatang ngutang dulu, ntar jam tujuhan kubayar”
“ko, jam tujuhan sih pak?” lelaki muda itu heran
“lha iya, jualan bapak kan biasanya jam tujuhan juga dah habis”
“kalau ga habis?” tanya lelaki muda itu penasaran
“ya Insya Allah habis, kalau nggak, ya nggak bisa pulang, anak istri mau dikasih makan apa. Tapi yakin dong, kalau mau usaha, pasti Tuhan kasih kita rejeqi, yang penting mau ga usahanya, sebenarnya ya nak, rejeqi buat kita itu sudah Tuhan kasih, sudah Tuhan sebarkan di bumi ini, bahkan sejak kita dalam kandungan ........, cuma kita tidak tahu bagaimana, dimana dan kapan, makanya...... ya silahkan bu, daun singkongnya seger-seger bu.” Ucapan si Bapak terpotong ketika seorang ibu-ibu menyibakkan ikatan kangkung jualannya. Lelaki muda itu merenung mengingat ucapan yang baru saja meluncur fasih dan lancar dari mulut tukang sayur, ...... sebenarnya ya nak, rejeqi buat kita itu sudah tuhan kasih, sudah tuhan sebarkan di bumi ini, sejak kita dalam kandungan ........, cuma kita tidak tahu bagaimana, dimana dan kapan......”, sekarang ucapan si Bapak terbukti, ketika seorang ibu memborong sayurannya. ...... Ehm, benar sekali rejeki itu akan datang bila dicari, bukan dinanti.
Kata-kata itu terus terngiang, masuk ke digital otak kelabunya, menembus jauh ke relung nurani keyakinanya serta menyibakkan sebuah kesadaran baru, apapun yang kita usahakan pasti akan membuahkan hasil, ternyata tuhan itu ada.
Dari kotak rokok jualanya, dari becak yang pernah dikayuhnya, dari aneka trotoar yang pernah ditidurinya dan dari kios kayu yang pernah dihuninya serta dari sekian subuh yang telah dilewati juga dingin yang kerap menggigili kulitnya, sejuta kasih sayang tuhan telah dia dapatkan melalui cobaan demi cobaan.
Duapuluhtiga tahun lewat sudah, aku pandang lelaki itu, wajah dewasa dengan sedikit guratan ketuaan, matanya tajam dan sedikit kerutan tanda kelelahan mengarungi kehidupan selama ini, helaan nafasnya mencerminkan kedewasaan seorang lelaki yang ditempa oleh sekian ribu kali subuh yang dilaluinya, tidak suka memanjakan hidup, karena hidup nanti akan menyakitinya, begitu prinsip hidupnya.
Dari berbagai profesi yang berulangkali dia geluti, kini dia meyakini bahwa apa yang dulu pernah dia dapatkan dari tukang sayur benar, bahwa kesempatan menjemput rejeki itu kitalah yang menciptakan, peluang-peluang dan kafasitas yang tuhan berikan harus dicari bukan dinanti.
Lelaki muda ini kini telah berubah perlahan tapi pasti, dengan gelar haji yang disandangnya, satu isteri dan 3 orang putra telah sukses secara material dan spiritual, kini memiliki 2 toko sembako yang cukup ternama di kotanya juga 2 buah kendaraan operasionalnya.
selamat !! semoga tetap mampu menjaga irama kehidupan yang selalu Allah ridloi, amin.
Tulisan ini buat sahabat kecilku.
Bogor, Mei 2011
“ko, jam tujuhan sih pak?” lelaki muda itu heran
“lha iya, jualan bapak kan biasanya jam tujuhan juga dah habis”
“kalau ga habis?” tanya lelaki muda itu penasaran
“ya Insya Allah habis, kalau nggak, ya nggak bisa pulang, anak istri mau dikasih makan apa. Tapi yakin dong, kalau mau usaha, pasti Tuhan kasih kita rejeqi, yang penting mau ga usahanya, sebenarnya ya nak, rejeqi buat kita itu sudah Tuhan kasih, sudah Tuhan sebarkan di bumi ini, bahkan sejak kita dalam kandungan ........, cuma kita tidak tahu bagaimana, dimana dan kapan, makanya...... ya silahkan bu, daun singkongnya seger-seger bu.” Ucapan si Bapak terpotong ketika seorang ibu-ibu menyibakkan ikatan kangkung jualannya. Lelaki muda itu merenung mengingat ucapan yang baru saja meluncur fasih dan lancar dari mulut tukang sayur, ...... sebenarnya ya nak, rejeqi buat kita itu sudah tuhan kasih, sudah tuhan sebarkan di bumi ini, sejak kita dalam kandungan ........, cuma kita tidak tahu bagaimana, dimana dan kapan......”, sekarang ucapan si Bapak terbukti, ketika seorang ibu memborong sayurannya. ...... Ehm, benar sekali rejeki itu akan datang bila dicari, bukan dinanti.
Kata-kata itu terus terngiang, masuk ke digital otak kelabunya, menembus jauh ke relung nurani keyakinanya serta menyibakkan sebuah kesadaran baru, apapun yang kita usahakan pasti akan membuahkan hasil, ternyata tuhan itu ada.
Dari kotak rokok jualanya, dari becak yang pernah dikayuhnya, dari aneka trotoar yang pernah ditidurinya dan dari kios kayu yang pernah dihuninya serta dari sekian subuh yang telah dilewati juga dingin yang kerap menggigili kulitnya, sejuta kasih sayang tuhan telah dia dapatkan melalui cobaan demi cobaan.
Duapuluhtiga tahun lewat sudah, aku pandang lelaki itu, wajah dewasa dengan sedikit guratan ketuaan, matanya tajam dan sedikit kerutan tanda kelelahan mengarungi kehidupan selama ini, helaan nafasnya mencerminkan kedewasaan seorang lelaki yang ditempa oleh sekian ribu kali subuh yang dilaluinya, tidak suka memanjakan hidup, karena hidup nanti akan menyakitinya, begitu prinsip hidupnya.
Dari berbagai profesi yang berulangkali dia geluti, kini dia meyakini bahwa apa yang dulu pernah dia dapatkan dari tukang sayur benar, bahwa kesempatan menjemput rejeki itu kitalah yang menciptakan, peluang-peluang dan kafasitas yang tuhan berikan harus dicari bukan dinanti.
Lelaki muda ini kini telah berubah perlahan tapi pasti, dengan gelar haji yang disandangnya, satu isteri dan 3 orang putra telah sukses secara material dan spiritual, kini memiliki 2 toko sembako yang cukup ternama di kotanya juga 2 buah kendaraan operasionalnya.
selamat !! semoga tetap mampu menjaga irama kehidupan yang selalu Allah ridloi, amin.
Tulisan ini buat sahabat kecilku.
Bogor, Mei 2011